Spesialis paru di RSUP Persahabatan, Fathiyah Isbaniah, mengatakan pada prinsipnya tuberkulosis (TBC) bisa sembuh asal diketahui lebih cepat dan pasien berobat teratur.
Anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia itu mengatakan pengobatan pasien TBC juga dapat mencegah menularkan penyakit akibat bakteri Mycobacterium tuberculosis itu pada orang lain.
Bakteri umumnya menyerang paru, juga bagian tubuh lain seperti perut, kelenjar, tulang, dan sistem saraf.
Ketika kuman TBC bertahan dan berkembang biak di paru-paru maka disebut infeksi TB.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan orang yang terinfeksi memiliki risiko sekitar 5-10 persen mengalami TBC.
Mengenal Asal Usul Kefir, Minuman Bangsa Nomaden di Kaukasus Bakteri dapat menyebar saat orang menghirup tetesan kecil dari batuk atau bersin orang yang terinfeksi.
Menurut Mayo Clinic, tuberkulosis menyebar dengan mudah di tempat orang berkumpul dalam keramaian atau di tempat tinggal dalam kondisi padat.
WHO mencatat orang dengan TB aktif dapat menginfeksi 5-15 orang lain melalui kontak dekat selama setahun.
Orang dengan HIV/AIDS dan dengan sistem kekebalan lemah memiliki risiko lebih tinggi tertular tuberkulosis, termasuk pemilik komorbid.
Perokok juga masuk dalam kategori berisiko.
Pada t2021, 0,69 juta kasus TBC baru di seluruh dunia disebabkan kebiasaan merokok.
Meski demikian, orang dari segala usia, mulai dari anak-anak hingga lanjut usia, dapat terkena.
Mereka yang terkena biasanya mengalami gejala seperti batuk berdahak selama lebih dari dua pekan dan terkadang disertai darah apabila ada pembuluh darah yang rusak.
Menurut Kementerian Kesehatan, gejala TBC juga meliputi penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari, kelelahan, kehilangan selera makan, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Ciri-Ciri Penyakit TBC yang Harus Diwaspadai Segera periksaFahtiyah menyarankan orang yang mengalami gejala seperti batuk segera memeriksakan diri ke dokter.
Dokter akan melakukan pemeriksaan dahak dan foto rontgen.
Apabila hasil pemeriksaan positif maka pasien bisa menjalani pengobatan hingga dinyatakan pulih.
Sebenarnya, gejala yang muncul ini menandakan kondisi sudah lanjut dan kebanyakan ditemui pada pasien TBC.
Berdasarkan Global TB Report 2022, WHO melaporkan pada 2021 sekitar 10,6 juta orang terdiagnosis TBC atau naik sekitar 600.000 kasus dibanding 2020.
Indonesia berada di posisi kedua dengan jumlah kasus terbanyak setelah India dengan jumlah 969.000 kasus.
“Kadang ada juga yang stadium awal, yakni saat berkontak dengan pasien positif.
Setelah diperiksa, tubuhnya mengandung kuman TB tetapi belum menjadi penyakit dan ini disebut TB laten.
Orang ini perlu diobati dengan terapi preventif.
Kalau yang bergejala sebenarnya sudah lanjut,” jelas Fathiyah.
PengobatanWHO menegaskan TBC termasuk penyakit yang dapat diobati dan disembuhkan.
TBC yang rentan terhadap obat diobati dengan standar waktu 4-6 bulan dan ini membutuhkan dukungan dari petugas kesehatan dan keluarga pasien agar patuh berobat.
Menurut Fathiyah, obat TBC sama seperti obat pada umumnya yang memiliki efek samping.
Khusus untuk obat TBC, efek yang bisa dihadapi pasien seperti mual dan muntah.
Akan tetapi, ini seharusnya tak membuat takut pasien.
Sebelum pengobatan, petugas kesehatan sebaiknya memberikan informasi mengenai hal ini.
Selama menjalani pengobatan, pasien bisa menjalani terapi tambahan berupa asupan vitamin dari makanan atau suplemen bila diperlukan.
Pengobatan pun dilakukan tergantung dari tipe TB yang dialami sehingga membutuhkan pengawasan dari dokter dan harus dilakukan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas.
Menurutnya, walau sudah sembuh total, pasien masih memiliki kemungkinan kambuh.
Kasus kambuh ini sering terjadi pada penderita dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Oleh karena itu, menjaga daya tahan tubuh setelah dinyatakan sembuh itu sangat penting.
Fathiyah meminta para penyintas TBC memastikan diri mengonsumsi makanan seimbang yang mengandung semua nutrisi seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral.
Pilihan Editor: Syarat Pasien TBC Bisa Berpuasa