Sarung tidak hanya identik digunakan oleh santri di Nusantara, namun juga seluruh umat islam di berbagai daerah.
Mendekati bulan Ramadan, sarung kian sering digunakan sebagai pelengkap salat tarawih.
Tentang sejarah sarung, adakah filosofi atau nilai-nilai dari penggunaan sarung sebagai busana beribadah? Santri di Ciamis Diserempet Moge, Ahmad Sahroni Beri Klarifikasi Menurut laman Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Nusa Tenggara Timur, sarung atau sarong merupakan busana khas masyarakat Indonesia.
Ketika Belanda memijakan kaki di Nusantara, busana seperti celana panjang, rok dan sebagainya mulai diperkenalkan meskipun masih untuk kalangan terbatas.
Sarung dapat digambarkan sebagai kain lebar yang dijahit pada kedua ujunganya sehingga menyatu.
Jauh sebelum saat ini, sarung memiliki sejarah yang panjang sebelum menjadi busana masyarakat Indonesia.
Awalnya, sarung berasal dari negeri Yaman dan masuk ke Indonesia melalui para pedagang Arab dan India sekitar pada abad 14.
Di negeri asalnya, sarung disebut futah.
Seiring berkembangnya waktu, sarung melekat dengan budaya Muslim.
Selain sebagai identitas Muslim, sarung menjadi busana harian sebelum gaya busana barat yang dibawa masuk oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Meskipun ada juga masyarakat non-muslim yang turut mengenakan untuk kebutuhan adat, seperti di Bali.
Pengendara Harley-Davidson Tabrak Lari di Ciamis Selain itu, sarung juga identik dengan pakaian seorang santri.
Di pesantren, kehidupan seorang santri tidak dapat dipisahkan dari penggunaan sarung.
Tidak hanya ketika mengaji, santri juga kerap menggunakan sarung untuk jalan-jalan, makan, hingga sekadar bersantai dengan santri lainnya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa para pedagang Arab…